Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menjadi Guru Kreatif Saat Mengajar Selama PJJ

Masdimass.com - Pandemi Covid-19 memang berimbas ke banyak hal. Salah satu yang paling terdampak akibat adanya pandemi Covid-19 ini ialah di bidang pendidikan. Dari sejak bulan Maret, saat pertama kali pemerintah memutuskan diberlakukannya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) hingga bulan November ini berarti sudah delapan bulan. Jelas sekali bukan waktu yang sebentar. Hampir satu tahun sudah peserta didik/siswa belajar dari rumah menggunakan media daring seperti Zoom, Google Classroom, Whatsaap, Cisco Webex, Google Meet, Quizizz dan lainnya. Selama itu pula peserta didik/siswa tidak datang ke sekolah dan bertemu dengan teman-teman serta guru-guru. Sangat wajar apabila pelajar sekolah pada akhirnya menjadi bosan dan jenuh. Apalagi pembelajaran menggunakan media daring ini mengharuskan peserta didik/siswa tersebut untuk duduk di depan layar laptop ataupun gawai dalam kurun waktu sekian jam. Pastinya itu menguras energi lebih banyak dibandingkan ketika mereka memakai energi untuk beraktivitas, misalnya. Belum lagi borosnya kuota yang pasti dihadapi oleh peserta didik.

Alasan dari pemberlakuan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini jelas untuk meminimalisasi penyebaran Covid-19. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menerapkan keputusan Pembelajaran Jarak Jauh terhitung pada tanggal 9 Maret 2020, setelah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengeluarkan Surat Edaran tentang pembelajaran secara daring dan bekerja dari rumah masing-masing dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19. 

menjadi guru yang kreatif dan inovatif

Dengan pemberlakuan kebijakan itu sebenarnya, hingga saat ini sudah ada upaya-upaya yang dilaukan pemerintah untuk membantu para guru dan peserta didik dalam menjalankan Pembelajaran Jarak Jauh tersebut. Salah duanya ialah dengan memberikan kuota kepada guru dan peserta didik, juga menyediakan tayangan edukasi melalui saluran Televisi Republik Indonesia (TVRI). Saluran tayangan edukasi tersebut sudah dirancang sedemikian rupa dengan jadwal-jadwal tayangan yang disesuaikan dengan tingkatan sekolahnya. Namun jelas hanya mengandalkan tayangan edukasi saja pastilah tidak cukup. Sekolah dalam hal ini guru tetap harus membimbing dan mengajar peserta didiknya melalui kelas daring. Idealnya memang tatap muka melalui kelas daring ialah setiap hari, dan tentunya dibuat juga pengaturan jadwal jam tertentu yang memungkinkan peserta didik harus ikuti.

Akan tetapi Bapak/Ibu guru pasti paham kan tidak semua peserta didik memiliki daya tangkap yang cepat. Ada peserta didik yang bisa menangkap materi yang diajarkan dengan cepat, ada yang perlu dibimbing sekali dua kali lagi baru menangkap, ada yang harus dibimbing pribadi beberapa kali baru bisa menangkap materi yang diajarkan. Kalau hal seperti ini terjadi ketika pembelajaran normal dari sekolah, guru akan lebih mudah membimbing ekstra di sekolah. Termasuk peserta didik yang memiliki kebiasaan malas mengerjakan tugas/pekerjaan rumah (PR). Kalau di sekolah Bapak/Ibu guru pasti lebih mudah menanganinya. Namun beda sekali dengan kelas daring. Interaksi antara guru dengan peserta didik terhalang oleh tembok virtual. Pada saat Bapak/Ibu guru memberikan dan menjelaskan materi kepada peserta didik pasti juga tidak maksimal karena dipisahkan oleh tembok virtual tadi, alhasil interaksi menjadi kurang interaktif. Terlebih lagi pasti banyak dialami oleh Bapak/Ibu guru, mendapati peserta didik yang tidak mau membuka kamera ketika sedang tatap muka lewat Zoom. Lalu saat pelajaran telah usai dan teman-temannya sudah leave dari room meeting, ada saja peserta didik yang tidak mengaktifkan kameranya ternyata belum juga leave dari room meeting. Spekulasi jelas muncul di benak Bapak/Ibu guru pasti, entah peserta didik itu tidur, atau asyik melakukan kegiatan lain, atau ditinggal melakukan sesuatu, apalagi kameranya di nonaktifkan.

Angket pernah penulis masdimass.com kepada sejumlah peserta didik mengenai proses pembelajaran daring. Dari hasil angket tersebut beberapa responden rata-rata menjawab di antaranya, demikian: materi yang diberikan terlalu cepat sehingga kurang bisa memahami materinya, sebaiknya guru membuat video pembelajaran saja sedangkan penggunaan Zoom hanya untuk membahas materi pengantar, guru yang kurang menarik dalam memberikan materi sehingga diharapkan lebih bisa inspiratif dan tidak membosankan. Nah, beberapa jawaban dari responden itu betulan, dan rasanya juga dialami oleh Bapak/Ibu guru semua. Peserta didik yang merasa guru terlalu cepat menjelaskan, bisa jadi karena peserta didik tersebut termasuk tipe yang tidak bisa menangkap materi langsung, alias butuh penjelasan berulang. Tetapi karena proses pembelajaran melalui kelas daring, penjelasan berulang menjadi tidak mungkin bisa dilakukan. Walaupun memang bisa jadi sang guru terlalu cepat menjelaskan materi.

Problem utama yang akan dibahas dalam artikel ini sebenarnya ketika peserta didik merasa bosan belajar melalui kelas daring. Apalagi ketika peserta didik merasa dan melihat guru mereka dalam menjelaskan materi kurang inspiratif sehingga membosankan. Hal yang wajar sebenarnya kalau mereka sudah jenuh dan bosan belajar secara daring. Walaupun di era sekarang ini pemanfaatan teknologi adalah masanya.

Maka dari itu untuk mengatasi rasa bosan yang hinggap di benak peserta didik, Bapak/Ibu guru bisa mengakalinya dengan memberikan materi secara inspiratif dan kreatif. Apabila Bapak/Ibu guru adalah orang yang sangat melek terhadap perkembangan teknologi, Bapak/Ibu bisa menggunakan high-tech dalam memberikan pembelajaran. Ada beberapa sarana yang bisa digunakan, antara lain membuat video pembelajaran, PhET, Whiteboard, Quizziz, Quizlet, Kahoot, Praktikum Online, Pear Deck, dan masih banyak lagi. Akan tetapi untuk Bapak/Ibu guru yang merasa kurang melek terhadap perkembangan teknologi bisa kok memanfaatkan PPT saja dalam proses pembelajaran daring. Asalkan Bapak/Ibu memberikannya dengan kreatif dan inspiratif, misalnya Bapak/Ibu memberikan kuis dengan hadiah poin yang bisa menjadi tambahan  nilai akhir mereka, bisa juga dengan melakukan ice breaking setiap akan memulai pelajaran ataupun di tengah-tengah proses pembelajaran, bisa juga dengan menggunakan alat peraga, atau bisa juga memberikan pelajaran kepada peserta didik melalui aktivitas hobi di rumah. Misalnya Bapak/Ibu guru hobi berkebun di halaman rumah, berkebun itu bisa menjadi alternatif untuk kelas biologi. Bagaimana proses yang tersaji jauh lebih menyenangkan dan sedikit santai, akan tetapi pembelajaran tentang materi tumbuhan misalnya bisa tetap terlaksana.

Proses Pembelajaran Jarak Jauh ini memang tidak mudah Bapak/Ibu. Jauh lebih disukai jika mengajar secara langsung di kelas. Akan tetapi karena kondisi memang mau tidak mau harus dilakukan. Sehingga untuk meminimalisasi hal-hal yang dapat membuat peserta didik terhambat, seharusnya Bapak/Ibu guru mulai perlahan memikirkan bagaimana mengatasinya. Tidak sulit sebenarnya asalkan ingin dicoba. Kalaupun Bapak/Ibu merasa kurang melek terhadap teknologi tetapi ingin  mencoba menggunakan high-tech, tetap bisa loh. Kenapa? Karena bisa belajar dari youtube misalnya atau mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan lembaga pendidikan agar Bapak/Ibu menjadi guru kreatif selama proses PJJ. Jangan lupa untuk senantiasa menanamkan pendidikan karakter kepada peserta didik ya Bapak/Ibu. Sebab selama pandemi ini pendidikan karakter yang harusnya penuh diterima di sekolah, menjadi terkendala. Selamat mencoba menjadi guru kreatif!

Posting Komentar untuk "Menjadi Guru Kreatif Saat Mengajar Selama PJJ"